Pertama Kali: Perjalanan Ke Ubud

By Nada A. - November 03, 2018

Dua minggu sebelum berangkat ke Ubud untuk pertama kalinya secara mandiri, membuat perasaan saya cemas tidak karuan. Terakhir kali pergi ke Bali saya lakukan ketika study tour SMP. Itu pun saya tidak begitu menikmatinya karena jadwal kunjungan yang sedikit. Setelah beberapa tahun, ada lagi kesempatan untuk saya menginjak pulau Dewata. Meskipun tujuan saya tidak untuk berlibur, tetapi lebih mengabdikan diri pada sebuah acara festival.

Sebelum saya benar-benar melakukan perjalanan pertama saya secara mandiri bersama orang 'baru'--salah satu volunter festival yang dikenal melalui grup facebook, saya mencari refrensi pengalaman perjalanan yang dialami orang-orang sebelumnya. Sangat berterimakasih sekali dengan mereka yang mau menyisikan waktu untuk menuliskan pengalamannya ke Bali, that's really help me! A lot!!!!! Pengalaman mereka diceritakan dengan menyenangkan, adapula yang memiliki pengalaman buruk terutama perihal transportasi ketika sudah menginjakkan kaki di Bali. Membaca hal tersebut, saya lalu membayangkan banyak kemungkinan hal buruk yang tentu saja bisa terjadi kepada saya. Membaca banyak refrensi membuat saya semakin bersemangat untuk berangkat, tetapi juga membuat nyali saya meredup hingga badan terasa tidak enak. 

Sebut saja saya berlebihan, ketika hari keberangkatan semakin dekat, saya malah membayangkan hal buruk yang tidak-tidak, meskipun di sisi lain, saya ingin sekali memanfaatkan kesempatan tersebut agar hidup saya tidak begini-begini saja. Lalu, setelah berkontemplasi cukup lama dan menjauhkan diri dari hingar bingar refrensi yang ada di internet, saya mulai yakin dengan bismillah berani melakukan perjalanan tersebut.

B E R A N G K A T
Perjalanan berawal dari Lempuyangan, menaiki kereta Sri Tanjung dengan tujuan akhir stasiun Banyuwangi Baru. Kereta tersebut adalah satu-satunya akomodasi paling masuk akal bagi saya yang hanya membawa uang seadanya untuk perjalanan jauh ini. Saya berangkat bersama salah satu teman volunteer yang baru saja kenal. Perjalanan dihabiskan selama 13 jam. Di kereta, tidak banyak hal yang bisa saya lakukan. Nasib sial memang, ketika menaiki kereta api ekonomi dan di depan kita ada orang yang duduk. Perjalanan lama tersebut saya habiskan dengan sesekali menggerutu karena kaki yang semakin kaku butuh direnggangkan ke depan; tetapi di depan ada orang :)

Saya mondar-mandir pergi ke kamar mandi, selain karena memang saya butuh, hal tersebut juga saya lakukan agar kaki saya tidak lelah. Leher dan punggung saya pun mengerang ketika perjalanan sudah setengah jalan. Bermimpi sedang rebahan adalah satu-satunya cara untuk merasa rileks. Beruntung  sekali rasanya, ketika berhenti di Surabaya, saya sempat keluar dari kereta dan membeli nasi bungkus serta duduk meluruskan kaki di bangku tunggu peron. Saking menikmatinya, saya hampir ketinggalan kereta! 

Ketika kembali masuk kereta, sudah ada satu keluarga yang duduk di samping bangku saya Lengkap sudah penumpangnya. Semakin terdesak lah posisi saya yang ada di pojok dekat jendela; tidak bisa bergerak. Meskipun demikian, saya mendapatkan hiburan dari tingkah seorang anak perempuan dan laki-laki yang tidak ada habisnya bercengkrama. Padahal baru kenal beberapa jam, tapi sudah seperti saling melengkapi saja mereka! Lucu sekali! Saya juga ikut bermain bersama mereka menempel stiker di dinding kereta. Sesekali mereka bilang "aku princess.. apik sek iki to.. tempel kene lho, kene.." Saya cuma bisa tertawa. Sementara orangtua mereka mengobrol dengan asiknya. Saya lupa dimana dua keluarga yang duduk bersama saya itu turun, karena setelah mereka pergi, saya baru bisa rebahan meskipun punggung saya tidak bisa lurus sempurna. Peregangan yang saya lakukan hanya berlangsung selama kurang lebih satu jam, karena ketika saya sedang asik-asiknya menikmati tempat duduk yang longgar, suara speaker gerbong kereta menyatakan bahwa kereta akan sampai pada tujuan akhir. Tidak apa-apa! Terpenting adalah saya telah memiliki waktu untuk meluruskan kaki meskipun tidak lama.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, saya menggendong sebuah tas carrier yang beratnya membuat kaki saya bergetar ketika membopongnya. Meskipun cuma berkapasitas 10 Liter, tetapi bahu saya terasa mengsle-mengsle tidak enak. Belum lagi saya harus berjalan sekitar 200 meter menuju pelabuhan. Kaki saya geringgingan ketika sudah mau sampai pelabuhan. Banyak hal yang ingin sekali saya abadikan, mengingat bahwa perjalanan tersebut adalah pengalaman pertama kali saya. Namun, karena masih was-was dengan segala hal buruk yang terjadi, saya pun memilih mengabadikannya di ingatan saya dan lebih banyak berkomat-kamit merapal doa agar selalu diberi kelancaran serta keselamatan oleh yang maha kuasa.

Sampai di pelabuhan Ketapang, kami dituntun untuk mengisi data diri di kertas kecil yang sudah tersedia. Sebelum masuk kawasan pelabuhan, saya sudah membayangkan banyak calo bis yang menawari kami. Eh tapi ternyata, ketika menuju tempat kapal ferry berlabuh, tidak ada satupun calo yang mengusik perjalanan kami! Masuk kapal pun terasa ringan dan senang. Perjalanan di kapal kami habiskan selama kurang lebih 45 menit. Tepat pukul 11 malam, kami sampai di pelabuhan Gilimanuk. Di pelabuhan tersebut juga sama saja, tidak ada yang memaksa kami untuk membeli tiket bis. Namun, setelah keluar dari pelabuhan dan menuju terminal pelabuhan, satu dua orang mendekati kami dan menawarkan bis hingga Denpasar, tepatnya di terminal Mengwi.

"Mau kemana ini?"

"Iya, ayo nanti langsung berangkat"

"50 ribu aja"

Kami yang sudah lelah dan ingin segera sampai hostel pun langsung mengiyakan. Meskipun setelah masuk di bis, kami harus menunggu dua jam hingga penumpang penuh. Setelah bis berangkat, perjalanan kami tidak cukup lancar. Bis yang kami tumpangi harus menaik-turunkan penumpang. Berhenti beberapa kali, hingga membuat tubuh kami benar-benar sudah remuk karena pegal-pegal di leher dan kaki. Perjalanan menuju Denpasar kami habiskan kurang lebih selama tiga jam. Beruntung sekali ketika sampai terminal, kami diturunkan di depan gerbang dan dengan segera ada supir go-car yang mau mengambil orderan kami menuju Ubud.

Tidak perlu menunggu lama dan hanya perlu berjalan sekitar 200 meter ke utara, supir go-car pun tiba. Kami duduk di kursi mobil dengan lega. Saya merasa cukup beruntung karena termasuk mendapatkan banyak sekali kemudahan dan dipertemukan dengan orang-orang baik selama perjalanan. Perasaan-perasaan cemas saya pun perlahan luntur.

Dari Denpasar menuju Ubud memakan waktu hampir satu jam. Kami tidak banyak bicara di dalam mobil karena sudah lelah tidak karuan. Belum lagi badan kami sudah sangat bau dan wajah yang sudah lelah ingin segera merebahkan diri. Ketika sudah memasuki Ubud, perasaan saya menjadi bermekaran. Tidak tau kenapa, tetapi saya senang sekali dengan suasana desa yang tenang. Atmosfer di Ubud sangat menenangkan, perasaan kesal pun mungkin tidak akan singgah di hati ketika sedang berada disana. Kami sampai hostel sekitar pukul setengah 6 pagi dan langsung memilih kasur, tidur hingga rasa lelah memuai. Sebelum di hari berikutnya, kami mulai bekerja!

ini lupa nama Pura apa, tapi bagus biasanya kalau malem dibuat acara pertunjukkan tari! // doc. pribadi

p.s : cerita "pertama kali" akan berlanjut dalam beberapa seri. Jika tidak bosan dan sedang dalam perasaan baik, segera mungkin akan saya tulis lanjutannya. 

  • Share:

You Might Also Like

0 comments