panggung teater

By Nada A. - July 06, 2018

Panggun teater adalah panggung kebebasan, menuru saya. Saya sangat mengagumi orang-orang yang berani bermain dengan perasaannya--memerankan tokoh lain, menjadi orang lain diatas panggung dengan banyak pasang mata mengamati. Saya benar-benar dibuat takjub setiap kali menonton pertunjukan teater dan melihat betapa ekspresifnya para pemain memainkan perannya.

Dengan peran yang sudah mereka miliki dan menghapus perasaannya sendiri ketika berada diatas panggung, terkadang membuat saya iri. Saya juga ingin pandai bersandiwara. Bisa saja mereka mendapatkan peran yang benar-benar melegakan perasaannya, berteriak sepuas-puasnya agar bisa merasa menang karena telah mengeluarkan segala beban berat di dalam hidup yang sebenarnya, tertawa sekencang-kencangnya hingga lelah agar lupa bahwa hidup tidak selalu untuk bersedih, atau menghayati adegan marah-marah sebagai batu loncatan karena tidak berani berkata tidak pada nasib.

Saya benar-benar iri dengan mereka yang memiliki kesempatan untuk bermain dalam sebuah pertunjukan teater atau bahkan hanya untuk berlatih ketika senggang. Mendalami peran ketika sedang bermain teater, bagi saya terasa lebih khidmat daripada melihat seorang tokoh bermain dalam sebuah film. Meskipun mereka sama-sama bersandiwara, tetapi melihat pertunjukan teater akan lebih menyentuh hati saya daripada melihat sebuah film. Mungkin karena saya secara langsung melihat bagaimana aktor-aktor tersebut bermain dan mengobrak-abrik perasaannya sendiri menjadi perasaan milik orang lain. Mungkin saja.

dokumen pribadi // drama musikal tragedi pangeran Denmark "Hamlet"
Karena saya cukup suka melihat orang bersandiwara diatas panggung, kebetulan sekali hari ini saya baru selesai menonton pertunjukan drama musikal di salah satu Concert Hall yang cukup terkenal di Yogyakarta. Drama ini diangkat dari karya klasik William Shakespeare yang berjudul Hamlet; tragedi pangeran Denmark. Singkatnya, menceritakan sebuah kisah seorang putra mahkota Denmark yang penuh dendam atas kematian ayahnya dan dirayakan tangisnya dengan meriahnya pernikahan ibunya dengan pamannya. Sebuah kisah yang terkadang membuat saya bingung ketika pertunjukan berlangsung--karena ini pertama kalinya saya menonoton pertunjukan klasik atau mungkin memang wawasan saya terkait karya-karya William Shakespeare sangat-sangat jauh tertinggal.

Namun, hal yang paling saya suka setelah menonton drama tersebut di sore yang dingin adalah ketika saya melihat Hamlet marah. Saya merasa ditarik keatas panggung--meskipun saya berada di bangku pertunjukan paling belakang karena tidak punya cukup banyak uang, saya benar-benar merasa dekat menjelajahi perasaan Halmet yang ditinggal ayahnya pergi. Saya hampir tidak berkedip ketika dia menumpahkan segala amarah yang selama ini dibendungnya kepada pamannya yang jahat. Takjub luar biasa dengan pemain yang memerankan tokoh Halmet tersebut.

Pertunjukan tadi sore benar-benar melegakan perasaan saya yang sedang akhir-akhir ini sangat sensitif dan selalu bersedih tidak tau karena apa. Tetapi, lagi-lagi menonton pertunjukan teater telah menyelamatkan saya dari perasaan dangkal yang tidak membawa saya kepada sebuah energi positif. Menonton teater telah mewakili segala apa yang ingin saya lakukan; berteriak, menangis, marah, dan tertawa, hingga membuat saya kembali memiliki energi positif masa muda yang sayang untuk tidak dimanfaatkan. Saya bilang apa, panggung teater itu panggung kebebasan. Ketika para pemain memainkan adegannya masing-masing, para penonton menjelma menjadi bayang-bayang yang ingin juga melampiaskan perasaannya diatas panggung. Lega sudah beban hidup diantara kita. Panggung teater adalah panggung kebebasan bagi siapa saja.

Menonton teater itu ajaib!

  • Share:

You Might Also Like

0 comments