[2/3] Mengingat Perantauan

By Nada A. - September 05, 2016

Setelah lama berfikir tentang apa yang sedang terjadi dengan hidup saya, akhirnya saya mendapatkan sebuah pemikiran terang tentang bagaimana memaknai hidup saya yang kelewat tidak jelas ini.

Inshaallah, dengan segala kesadaran jelas saya sudah ikhlas kembali mengulang kuliah saya hanya karena berpindah dari satu universitas ke universitas dekat rumah. Dengan kesadaran penuh, saya sudah berkomitmen untuk menjadi mahasiswa lebih baik dan memanfaatkan masa muda saya dengan segala hal yang sesuai dengan minat. Tidak akan terbelenggu dengan kemalasan. Tidak akan terbelenggu akan iri dan dengki terhadap lingkungan sekitar. Ah, saya merasa menjadi manusia hina karena terlalu banyak membenci.
.
.
Perantauan memang akan selalu menjadi pelajaran dan kenangan terbaik dalam hidup saya. Namun bukan berarti dengan mudah saya melupakannya.

Saat ini, saya kembali ke awal masa perkuliahan. Mempunyai seorang teman yang tinggal disebuah kos, membuat saya sering teringat dengan tempat tinggal saya selama berada di Malang. Ketika melihat teman kos dari teman saya yang berkunjung ke kamar teman saya, membuat saya teringat dengan Yosi dan Hani yang selalu mampir ke kamar saya dan Arum ketika pulang kampus atau saat selelsai menyelesaikan kegiatan.



Jujur saja, jika terlalu sering aku merasa terganggu dengan keberadaan mereka disaat lelah selama menjalani hari. Namun setelah semua seperti ini, saya sadar, bahwa hal tersebutlah yang membuat sebuah kenangan terasa kejam karena merindu yang terlalu dalam.

Karena kebiasaan tidur hingga malam hari, saat di rumah hingga detik ini saya masih belum bisa kembali membuat jam tidur saya lebih awal ( 22.00 ). Begadang bersama membuat setiap malam saya dipenuhi geliat tawa. Sebelum tidur, selalu ada tawa yang membuat saya tertidur dengan bahagia; meratapi nasib dibawah sinar rembulan bersama Intan misalnya, adalah satu dari banyak hal yang membuat saya ingi kembali ke Watugong.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments