Berbicara tentang selera bisa menjadi bermacam-macam. Tidak bisa dipukul rata, apalagi menghardiknya. Seperti bagaimana kita berfikir; memiliki keberagaman. Kali ini saya mau bercerita tentang selera dan prestise terhadap makanan. Tentang bagaimana kita--beberapa dari kita, menilai makanan tersebut. Bukan kita ding, tetapi tentang selera dan prestise saya.
Ada orang yang akan merasa puas ketika telah berhasil meminum sebuah teh hijau yang memiliki rasa seperti rumput laut, namun, ada juga yang tidak akan merasa senang untuk meminumnya. Pihak kedua ini akan menyesal, beranda-andai jika waktu bisa diulang; dia tidak akan memesan minum tersebut. Itu adalah saya, yang berharap bahwa minuman dingin yang berada di depan saya ini bukanlah sebuah teh hijau berasa aneh. Meskipun harganya cukup murah jika dibandingkan dengan coffe shop lain. Delapan belas ribu rupiah ditambah ppn.
Setelah beberapa minggu lalu sibuk bekerja disebuah pasar seni dan minggu ini banyak sekali hari yang saya lewatkan tanpa keluar rumah. Sekali keluar rumah, seperti pada hari ini, saya membuang hasil kerja saya--meskipun hanya sedikit, untuk membeli makan-minum yang didasarkan atas rasa penasaran saya untuk mencobanya. Duh! Kalian tau tidak, bahwa sebelum saya terjebak oleh sebuah rasa teh aneh yang masuk kedalam perut saya dan mengobrak-abrik indra perasa di lidah saya, saya pergi dulu membeli sebuah ramen. Berdasarkan cerita teman, rasanya enak dan dibuat oleh sang pemilik yang memang merupakan orang jepang. Agar aman, saya memilih sebuah menu yang masuk kedalam list rekomendasi. Katanya, menu tersebut bestseller dan harganya pun cukup terjangkau, sembilan belas ribu ditambah es teh empat ribu. Dibanding warung ramen sebelah, harga tersebut memang terbilang lebih murah dan pada mulanya membuat saya semakin penasaran! Setelah menunggu hampir setengah jam, sembari saya pergi ke tempat print, ramen saya pun sampai dengan kuah merah yang mengepul dan dua belah telur.
"Raenak (tidak enak)," kata seorang teman yang duduk di depan saya.
Mata saya lalu membelalak, seperti ikan lohan. Secepat mungkin saya mencobanya, secepat itu pula rasa asam masuk kedalam kerongkongan saya. Sebuah rasa yang tidak bisa di definisikan, mungkin seperti jamu, tetapi juga bisa seperti sebuah saus yang dicampur dalam sebuah air dan direbus bersama dengan bumbu bumbu micin lain. Menyesal? Ya tentu saja! Mie yang ada di dalam kuah tersebut terasa seperti mie spaghetti kemasan. Sebuah telur rebus yang di potong menjadi dua. Potongan sawi kecil-kecil yang sedikit. Paprika hijau dan merah yang di potong secara vertikal. Ah saya sungguh menyesal, sampai-sampai ketika makan ramen tersebut, saya membayangkan sedang berada disebuah burjo-an dan memesan nasi orak arik ataupun varian indomie yang tersedia. Pasti sudah jelas enak dan kenyang! Batinku.
20+18 = 38 (belum termasuk ppn)
Jumlah yang bagi saya sangat tidak worth it untuk dikeluarkan dalam sehari hanya untuk makan-minum. Belum lagi saya tidak merasa puas dengan pesanan saya tersebut. Saya heran dengan selera saya, entah karena memang mulut saya ini mulut konvensional--yang hanya menyukai makanan-minuman biasa, tidak aneh-aneh dan sudah pasti atau memang menu yang saya pilih itu tidak tepat.
Secara prestise, tempat coffe shop yang merangkap menjadi sebuah co-working space tersebut memang sangat menarik hati. Apalagi jendela-jendela besar yang menarik sinar matahari untuk masuk ke dalam ruangan. Tetapi, harga dan rasa minuman yang disediakan, sungguh, saya tidak kuasa untuk kembali lagi. Mungkin akan berfikir ulang seribu kali untuk menimbang-nimbang, atau bisa saja saya hanya mau membeli snack saja disana! Maklum saya ini jarang punya uang banyak untuk bersenang-senang, ya jadi begini tanggapannya. Mirisssss ya?
Untuk menu ramen, saya sudah tidak mau berfikir lagi. Dengan pengalaman seperti itu, saya tidak lagi mau ah untuk pesan ramen lagi. Kapok! Tapi mungkin akan kembali untuk membeli sushi crispy yang di pesan teman saya. Enak! Tidak mengecewakan! Tapi ya besok saja, kalau saya sudah punya uang lagi untuk sedikit bersenang-senang. Ya besok. Besok-besok-besoknya-besok.