Problematika Perasaan

By Nada A. - April 25, 2018

Banyak teman bilang, saya itu aneh. Aneh karena seumur hidup belum pernah berpacaran. Ada yang bilang secara langsung, secara tidak langsung melalui telinga orang lain, atau malah bisik-bisik sembari tertawa karena status relationship saya yang sedikitpun belum pernah mempunyai sejarah pacaran.

Untuk porsi bercerita antar teman pun, saya tidak pernah membicarakan sedikit banyak tentang orang-orang yang pernah "saya rasa" memiliki perasaan dengan saya. Bahkan untuk menceritakan mereka yang memang memiliki ketertarikan dengan saya, selalu hanya berakhir dalam sebuah tanda tanya tanpa saya ingin membagikannya dengan orang lain. Bagi saya, prinsip hidup setiap orang itu berbeda, bahkan untuk sebuah status hubungan, tentu saja setiap orang memiliki pandangannya sendiri-sendiri.

Saya ingat ketika duduk di bangku sekolah dasar, pada masa itu, anak-anak sekolah begitu gemar meneriakkan nama teman-temannya lalu kemudian saling di jodoh-jodohkan. Bahkan hingga saat ini, saya masih ingat dengan bagaimana salah seorang teman lelaki saya begitu menyukai teman perempuan saya hingga lulus dari bangku sekolah dasar! Problematika cinta monyet pada saat itu nampak terlihat sederhana ketika yang dirasakan benar-benar karena suka Sedikit cerita, saya pernah saling bertukar lirik lagu dengan salah seorang teman lelaki saya ketika sekolah dasar! Saat itu, sepertinya, kami hanya ingin merasakan bagaimana euforia saling menyukai lalu hal tersbeut perlahan memuai begitu saja seiring ujian nasional yang semakin dekat.

Cinta monyet. Cinta monyet. Orang-orang sering mengelompokkan perasaan suka ketika kita belum genap usia dewasa sebagai cinta monyet. Memasuki SMP, entah bagaimana saya bisa mengenal salah satu teman lelaki berbeda kelas yang wajahnya pun belum pernah saya lihat. Saya tidak begitu ingat tentang salah satu kisah cinta monyet ini, namun saya rasa ini menjadi salah satu kisah tidak jelas dan menggelikan untuk di ceritakan. Anak-anak pada saat itu memang tidak pernah tahu tentang tujuan dari apa yang mereka lakukan. Bahkan perkara perasaan.

Berada di gerbang  usia 17 tahun, saya pernah begitu mendambakan salah seorang teman sekolah! Bahkan seringkali saya membayangkan bahwa kelak, pada suatu kesempatan, disaat yang tepat, kami bisa benar-benar saling jatuh cinta dan hidup bersama. Problematika perasaan pun menjadi lebih kompleks. Namun lebih kompleks lagi, ketika saya mengamati teman-teman yang menangis karena putus, risau karena tidak mendapatkan kabar dari sang kekasih, bahkan salah seorang kerabat teman saya hampir frustasi dan terus mengejar mantannya agar bisa kembali bersama.

Lalu kemudian, saya melihat salah seorang teman yang secara kasat mata telah "move on" karena merasa bahwa lelaki yang baru ditemuinya ini adalah orang yang lebih baik dari sebelumnya. Untuk benar-benar saling memahami, kita tidak pernah mendapatkan kesempatan ya berarti? Hingga kembali kita menemukan yang baru, lalu segala hal baik mencolok tentangnya dengan mudah ditemui.

Mengamati perasaan-perasaan orang membuat diri saya sendiri menjadi parno! Memang betul saya belum tentu akan menyakiti ataupun disakiti, namun saya juga tidak bisa menjamin bahwa bersama si pacar, hidup kita akan menuju masa depan. Jika orang selalu mengelu-elukan kata "jalani aja dulu" dalam berpacaran, saya malah merasa takut ketika harus bersama orang lain yang bahkan untuk memiliki komitmen saling menjaga pun tidak sepenuhnya pasti. Bisa jadi dalam satu tahun ke depan, hubungan mulai membosankan, atau tidak bisa menerima kekurangan karena semakin banyak terbuka kekurangan yang ada. Jika pacaran berarti untuk mengenal satu sama lain, itu tidak berarti bahwa ketika telah banyak mengenal, kalian akan di takdirkan bersama bukan?

Jika beberapa kalimat saya terbaca sinis, sedikitpun saya  tidak bermaksud demikian. Hanya saja, saya tidak menyukai bagaimana kebanyakan orang berpacaran, yang bahkan hubungannya belum tentu menuju masa depan, terlalu mengelu-elukan satu sama lain. Oh, saya tidak suka bukan karena saya sekalipun belum pernah membangun "komitmen" berpacaran, namun saya melihat hal tersebut sebagai sesuatu hal yang bahkan untuk dilihat pun terasa menakutkan. Berpikir baik tentang rencana masa depan itu bagus, tapi saya sarankan untuk lebih berpikir rasional. Jika pacaran itu membuat ruang hati terisi, lalu saling berbahagia, ya silahkan. Tapi jangan terlalu yakin jika kelak kalian ditakdirkan untuk bersama. Kadang hal-hal buruk perlu dipersiapkan sejak dini.

Lagi-lagi saya aneh, memiliki pikiran tidak masuk akal tentang pacaran. Bagi saya pacaran itu tidak memberikan sedikitpun makna, sekalipun itu membuat bahagia lalu bisa membawa ke jenjang bernama pernikahan, ya berarti itu keberuntungan. Namun bagi saya, akan lebih menyenangkan jika kita bisa saling mengenal banyak orang, menjadi teman, tanpa mengklasifikasikannya menjadi orang spesial--yang bahkan setara atau lebih besar porsinya dari istimewanya kedudukan orangtua untuk diberi kabar atau hal sederhana seperti "sudah makan?"

Jadi, ya sudahlah, saya tidak mau ambil pusing jika tidak pernah berpacaran di usia muda dianggap hal aneh bagi sebagian orang, bahka bisa jadi bahan perbincangan dan dianggap macam-macam. Saya mau selalu berhubungan baik sesama manusia saja, jika memang nanti sudah waktunya, nanti juga akan ditunjukan mana yang terbaik untuk membangun komitmen masa depan bersama! #meracau


gambar dari salah satu status di timeline line
p.s: tulisan ini dibuat ssbagai pelarian pikiran, karena teman teman sudah mulai kkn dan saya sendiri masih terkukung dalam semester semester lain

  • Share:

You Might Also Like

0 comments