Surat Untuk Seorang Teman

By Nada A. - March 30, 2016

Aku kehilangan. Kehilangan ia yang mengaku siap menopang masalahku dipundaknya. Kehilangan ia yang berkata, untuk apa guna seorang teman jika tidak saling berbagi cerita. Temanku ini baik hatinya, namun keras perangainya.

Saat ini, mungkin ia sedang mengejar mimpinya. Fokus terhadap hidup yang sudah ia susun sejak lama. Hingga tidak ada waktu lagi untuk menengok ke kanan dan kiri. Berhenti sejenak, melepas penat dengan minum es teh di pinggir jalan bersamakau pun sekarang ia tak pernah lakukan. Ada hal ganjil yang membuat warna di hidupku berkurang.



Teruntuk temanku,


Malam ini, udara di Malang begitu menggetarkan bulu kuduk ku. Aku bisa apa, jika udara dingin ini terus membuatku terkungkung pada kerinduan akan kehangatan seorang teman. Kamu tahu sendiri, bahwa untuk menafsirkan kerinduan, aku bukanlah orang yang bisa mengungkapkannya. Sekalipun pada akhirnya aku harus mati dengan kerinduan yang belum sempat terucapkan.



Sudah beberapa bulan ini komunikasi kita tidak lancar. Sebelumnya, kamu pernah bilang bahwa sekarang kamu ingin berkomunikasi dengan orang-orang menggunakan gaya komunikasi ala seorang lelaki yang sudah hampir empat tahun ini kamu puja- menghubungi ketika perlu, membalas jika itu perlu dibalas.



Aku kira, itu tidak berlaku untukku. Namun aku salah, kamu selalu memukul rata orang-orang disekitarmu dengan sikap yang sama. Sebagai seorang yang sebelumnya belum pernah benar-benar mendapatkan seorang teman, aku terlalu berharap terhadap karakter pada kepribadianmu yang sangat mengiinspirasi. Jujur saja, aku senang menjadi temanmu. Meskipun aku sering tidak cocok dengan sifatmu yang keras dan pedas saat berkomentar.



Temanku yang baik hatinya, disana kamu baik-baik saja kan? Mengapa tidak memberiku kabar? Apa karena prinsip yang pernah kamu katakan benar-benar sudah melekat didalam kepribadianmu? Coba beri aku penjelasan, seperti apa keperluan yang engkau perlukan agar bisa menghubungiku? Biar aku persiapkan agar kita mempunyai topik pembicaraan yang bermartabat.



Pada suatu titik, terkadang aku lelah, memulai percakapan dengan balasan-balasanmu yang kurang menyenangkan. Terkadang, aku membalikkan keadaan, ketika kamu menghubungiku duluan. Lalu kemudian, kamu mengatakan kesal karena jawaban-jawabanku yang singkat tidak menyenangkan.



Ah, mengapa aku malah saling menyalahkan keegoisan kita?



Tidak, aku tidak bermaksud menebar api kebencian. Aku menulis surat ini agar suatu hari kamu membacanya, sehingga tahu bahwa di titik tertentu, diam-diam aku juga merindukanmu untuk berbagi cerita.



Banyak cerita yang ingin aku ceritakan. Namun aku tidak mau mengganggu mimpimu yang sedang kamu bangun dengan fokus. Jadi, mari kita bangun mimpi kita masing-masing, hingga suatu hari nanti hubungan persahabatan ini akan kembali seperti dulu lagi.



Tidak ada waktu untuk bersenang-senang, karena ketika mimpi kita sudah tercapai, kesenangan itu akan terasa lebih menyenangkan. Iya kan? Aku tunggu kesuksesan kita ya! Selalu ingat aku meskipun kamu jarang menghubungiku.



Sincerely,




temanmu yang tidak bisa mengungkapkan kerinduan.

  • Share:

You Might Also Like

1 comments