Di Sela Kopi Panas
"Sikapmu jadi aneh."celetuknya, sembari meletakkan segelas kopi panas di depanku.
Atmosfer bumi kini mulai serasa menyesakkan, ketika ia melontarkan dua kalimat yang membuatku merasa tertampar. Aku mengambil nafas panjang, mencoba tetap bertahan diantara sesaknya suasana pertemuan kali ini.
Ia duduk tepat di depanku, menatap dengan tatapan menyelidik.
"Maksudmu apa?"tanyaku kikuk.
Tatapannya kini sudah beralih ke asap kopi yang sedari tadi mengepul. Sesekali ia memainkan sendok, mengaduk- aduk kopi tersebut hingga asapnya tak kentara.
Sudut bibirnya mulai terangkat, tatapannya kembali berpindah menatapku."Kamu tau, bagaimana orang- orang menjalankan takdir mereka?"
Aku menggeleng.
"Apa kamu juga tau, mengapa orang bahagia lebih banyak dari orang yang merasa hidupnya biasa saja?"lanjutnya."Coba pikirkan, kamu tau bukan bahwa takdir adalah sebuah garis yang sudah digasriskan oleh Tuhan atas apa yang kamu lakukan? Berhentilah merasa bahwa kamu tidak berguna, berhentilah me......."
"Jangan dilanjutkan."kataku, memotong kalimatnya yang belum sempat ia beri jeda."Tau apa kamu soal takdir, berhentilah mengintimidasiku dengan kalimat- kalimatmu."lanjutku dengan nada meninggi.
Mataku mulai terasa panas, air mulai menggenang di pelupuk mataku dan sudah bersiap jatuh membasahi pipi. Aku tidak tahan.
"Maaf. Aku hanya ingin kamu yang seperti dulu, Key."ia menatapku dengan penuh penyesalan."Kamu bisa bilang bahwa kamu baik- baik saja, tetapi matamu sayu dan aku bisa melihat keterpurukkan disana."
Aku hanya diam. Menundukkan kepala, dan tidak menanggapi kalimat- kalimatnya. Ia lalu mengibaskan tangan kanannya di pundakku. "Berhentilah bersedih."
0 comments