Belajar dari Semangat Mbah Satinem, Penjual Lupis Tradisional Jogja yang Namanya Masih Bersinar

By Nada A. - February 24, 2022

Mbah Satinem kini telah berusia sekitar 75 tahun sejak ia berjualan lupis pada 1963. Meski telah memasuki usia senja, jari jemarinya masih terlihat cekatan saat memotong lupis satu per satu. Saya mulai mengetahui adanya lupis legendaris Jogja Mbah Satinem saat seorang teman dari luar kota, bertanya ingin mencicipi makanan tersebut. Akhirnya, sejak 2020 saya mulai sering menyempatkan diri untuk membeli lupis Mbah Satinem meski harus mengantri sekitar 30 menit.

Saat menunggu pesanan lupis, saya mengamati lalu lalang pembeli yang tak pernah terjeda. Buka setiap hari pukul 06.00 pagi, lupis Mbah Satinem menerapkan nomor antrian untuk tiap pembeli yang datang. Saking ramainya, terkadang Mbah Satinem hanya berjualan 30 menit karena dagangannya yang cepat habis.

Sumber: Instagram/ @rindu.yogyakarta

Meski terlihat laris-manis, lupis Mbah Satinem masih berjualan di trotoar ruko. Terletak di selatan Pasar Kranggan, Yogyakarta, dagangan Mbah Satinem hanya beralaskan sebuah meja kecil untuk meracik lupis. Bahkan, metode pemotongan lupis yang berbentuk lontong ini masih menggunakan benang tradisional.

Keramaian antrian lupis Mbah Satinem juga membuat saya diam-diam kagum dengan sosok penjualnya. Dalam keadaan bagaimanapun, Mbah Satinem tetap ramah melayani pembeli dan seringkali mengajak mengobrol meski singkat. Dan ternyata, saya belum lama tau juga jika sosok Mbah Satinem ini pernah muncul dalam serial dokumenter Netflix yang dirilis pada 2019 berjudul Street Food: Asia.

Kesederhanaan dan konsistensi Mbah Satinem dalam berjualan, ternyata membuatnya dijuluki sebagai legenda lupis. Tak hanya itu, dagangannya tersebut dulu ternyata merupakan favorit jajanan tradisional Presiden Suharto. Bahkan, sosok aktor Korea Selatan, Lee Seung Gi juga pernah menjajal cita rasa tradisional lupis Mbah Satinem saat kunjungannya ke Yogyakarta pada 2019.

Sumber: Twitter/ @NetflixID


Hampir 58 tahun berjualan lupis, Mbah Satinem mengaku tetap mempertahankan cita rasa turun-temurun yang pertama kali dibuat ibunya. Ia juga terlihat begitu terampil saat meracik lupis, sembari dibantu oleh anak perempuannya yang mengatur antrian dan membungkus pesanan. Melihat semangat Mbah Satinem dalam berjualan, menyimpan kisah menarik lain yang ingin saya bagikan.

Keteladanan dari semangat kerja keras Mbah Satinem, membuat saya penasaran dengan kesederhanaan yang masih dipegangnya. Saat semakin banyak orang tertarik untuk membeli dagangannya, Mbah Satinem masih konsisten berjualan di trotoar dengan sederhana. Bahkan, harga lupis yang dijualnya pun tidak dipatok mahal dan hanya berkisar Rp10.000 per porsi.

Bagi saya, Mbah Satinem ini seperti layaknya seorang pahlawan. Di usia senjanya, ia masih konsisten menjual lupis, sebagai salah satu makanan tradisional khas Jogja yang keberadaannya semakin tenggelam. Di tengah gempuran berbagai makanan luar negeri, pelan namun pasti, Mbah Satinem tetap mempertahankan lupis agar tetap bisa dinikmati dan dikenal generasi muda. Ia adalah pejuang bagi jajanan tradisional yang menolak punah.

Sumber: Instagram/ @millenialstravelguide

Nah, nantinya setelah saya mendapatkan informasi lebih mendalam tentang sosok Mbah Satinem, saya ingin membagikan kisah teladannya dalam berjualan. Bersamaan dengan itu juga sekalian untuk mengikuti Kontes Blog Super Bercerita keempat yang diadakan Aplikasi Super. Mengusung tema #KadoUntukPahlawan, kompetisi ini bakal diadakan pada periode 4 April – 5 Juni 2022.

Menariknya, bukan cuma saya sebagai penulis yang mendapatkan hadiah, Mbah Satinem juga bisa berkesempatan mendapatkan ‘kado’ dari Super. Jika teman-teman blogger juga berminat mengikuti kompetisi ini, mudah banget lho! Cukup dengan ceritakan tentang sosok pahlawan disekitar kalian, kesempatan untuk mendapatkan hadian uang tunai ada di depan mata. Info selengkapnya tentang kompetisi ini bisa langsung aja klik disini, ya!

  • Share:

You Might Also Like

1 comments

  1. Selama di Jogja belum pernah kesampean nyobain lupis Mbah Satinem. Alasannya, jarang bangun pagi saya mbah. Sekalinya bangun pagi, ke sana jam 7, dah habis lupisnya. Sedih aku tuh.

    Maaf ya, numpang curhat

    ReplyDelete