luruh

By Nada A. - January 16, 2020


Awal tahun belum genap tiga puluh, tetapi perasaan bahagiaku sudah runtuh. Aku kira, “semoga ranum bahagia tumbuh seperti mekar bunga yang merekah indah” sebagai doa bagi resolusi pergantian tahun, dapat berlangsung lama, menjelma menjadi keringanan yang tidak terduga menyenangkannya. Namun, ternyata aku salah. Sepertinya bahagia memang belum memihak padaku.

Kepalaku pusing tidak karuan. Ingin menangis, tetapi rasanya tertahan. Padahal mataku sudah panas dan sangat merah. Aku merasa payah. Berjalan pun sempoyongan. Menutup buku dari sakit hati, malah membuka luka baru tentang masa lalu. Rasanya sesak setiap kali mengingat kehidupan mandiri yang pernah aku jalani. Aku tidak menuntut bebas, tetapi berharap memiliki ruang dan rengkuhan yang menenangkan.

Malam temaram dan dinginnya menusuk tulang. Rasanya ingin berteriak meminta maaf pada setiap orang, karena tidak kuat lagi menampung kesedihan. Perasaan sensitif ini mesti diberi nama apa? Setiap kali ingin bersuara, keluar menjadi dehaman tidak bermakna. Hanya bisa sesenggukan tanpa dapat menangis lepas. Rasanya tercekat.

“Tidak apa-apa” begitulah jawaban setiap kali ada yang bertanya kenapa.

Perasaan sensitif ini mesti dijelaskan bagaimana? Ada rasa sesak di dada, seperti gerombolan rentetan kata yang tertahan, menuntut untuk dikeluarkan. Pikiran berkecamuk dan perasaan hati dirundung keresahan. Semoga bahagia masih mau singgah, meskipun kelam perasaan terus saja hadir mendominasi.

  • Share:

You Might Also Like

0 comments