catatan singkat
perjalanan tiga tahun kebelakang
2016
Saya kalah dalam
mempertahankan diri menjadi anak rantau. Jika ditanya kenapa, ada beberapa hal
yang saya sendiri pun tidak paham kenapa bisa terjadi. Namun, ketika ditanya
bagaimana perasaannya? Tentu saja waktu itu saya hancur. Hampir lebur jika
tidak terselamatkan dengan sebuah pekerjaan paruh waktu. Rasanya sungguh berat,
sungguh, sungguh saya tidak tahu lagi bagaimana menanggung rasa sakit saya
waktu itu. Tetapi, roda takdir yang berputar tidak bisa terelakkan. Pengabdian
saya sebagai anak, harus terus berjalan. Jika tidak, bisa jadi saya termasuk
dalam golongan anak durhaka.
Meski harus tertatih
dalam bayangan rasa sakit—sebenarnya ini rahasia, tapi mari saya ungkapkan
disini, toh juga sudah jadi cerita lama—saya mencoba mencari
alternatif agar kesedihan mengingat semua kenangan satu tahun di tanah rantau,
bisa sedikit terobati. Mulai dari mendaftar kepanitiaan dan mengikuti
organisasi disana-sini, hingga sampai pada satu titik dimana saya mencoba untuk
bekerja paruh waktu. Pekerjaan yang saya ambil terbilang cukup mudah, tidak
menguras banyak waktu, dan terpenting bisa menjadi pengalihan saya agar tidak
melulu mengingat Malang. Hari ke hari berganti bulan, rasa sakit saya perlahan
hilang. Jika pada awal kepindahan, setiap malam saya sering menangis sembari
melihat-lihat galeri foto, berkat segala pengalaman baru yang saya buat,
perasaan saya berubah menjadi lebih kuat. Meski ketika melakukan video
call bersama teman-teman disana, saya masih sering menangis rindu.
Setelah mencoba untuk
bertahan dari perubahan yang tidak dikehendaki, akhirnya saya bisa belajar
sedikit demi sedikit mengenali diri sendiri. Saya masih sering mengasihani diri
sendiri setiap malam sebelum tidur, tetapi terus berusaha meningkatkan kualitas
diri setelahnya. Perpindahan itu tidak akan pernah bisa saya lupakan. Namun,
saya juga tidak boleh terus-menerus hanyut dalam rasa sedih. Pada tahun 2016,
saya mencoba untuk sembuh dari rasa takut dan memaafkan diri sendiri.
2017
Saya lebih banyak
menghabiskan waktu untuk bekerja paruh waktu di tahun ini. Tidak tahu kenapa,
setelah merasakan memiliki penghasilan sendiri, saya menjadi ketagihan untuk
mengumpulkan uang. Selain saya nikmati sendiri tanpa meminta lagi uang saku,
secara cepat ataupun lambat, hasil tersebut juga saya gunakan untuk keperluan
keluarga. Proses pendewasaan saya terjadi di tahun ini. Banyak teman-teman yang
bertanya, kenapa saya tidak mengikuti organisasi di kampus? Lalu saya cuma
cengar-cengir tanpa memberikan jawabannya. Setelah saya renungi, selain karena
sebenarnya saya memang tidak berniat mengikuti organisasi di kampus lantaran
memang tidak tertarik untuk bergabung, saya lebih suka berada dalam sebuah
perkumpulan yang berjalan secara continues.
Maksudnya berada dalam satu wadah yang terdiri dari beberapa latar belakang berbeda
secara terus-menerus mengalir alias berganti. Jadi, saya berfikir bahwa
mengikuti kepanitiaan / volunteering /
bekerja dirasa lebih tepat untuk saya
mengembangkan soft skills. Kita tahu
bahwa semua orang itu tidak sama, kan?
Mengikuti kepanitiaan di
luar kampus, juga terbilang tidak mudah. Di tahun ini saja, saya mengalami
banyak penolakan ketika mendaftarkan diri sebagai volunteer. Tapi tidak apa, karena memasuki pertengahan tahun,
pekerjaan saya masih terbilang cukup menyenangkan untuk dijalani. Sehingga,
selain menjalani kuliah yang begitu-begitu saja, saya masih bisa mendapatkan
kewarasan dengan melakukan pekerjaan paruh waktu. Hingga di akhir tahun, saya berkesempatan
mengurus sebuah festival film pelajar yang berlangsung selama dua hari.
Hari demi hari yang saya
jalani pun tidak selambat di tahun sebelumnya. Hari saya lebih hidup berkat bertemu
banyak orang-orang baru, yang secara tidak langsung berkontribusi membentuk pribadi saya
menjadi lebih baik. Pikiran saya mulai sepenuhnya terbuka dan lepas dari
kesedihan. Tidak ada lagi kesedihan
tentang tanah rantau, itu yang saya tanamkan untuk pikiran saya sendiri.
Selain itu, saya juga sadar bahwa hidup tidak selalu tentang diri sendiri. Apa yang
saya kehendaki, belum tentu baik untuk diri saya. Manusia bisa berencana,
tetapi roda takdir semesta yang menentukan bagaimana rencana tersebut berjalan.
2018
Setelah semua
termaafkan, rasanya tubuh saya terisi enerji positif di tahun ini. Hal-hal baik
datang memberikan saya banyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk sekali teman dan
pengalaman baru. Awal bulan hingga menuju Juni, saya bergabung dalam sebuah
komunitas literasi. Selain melakukan proyek menulis tokoh, kebetulan sekali
saya ikut-ikutan terlibat untuk menulis dan mewawancarai para pengisi acara di
Mocosik 2018! Perasaan saya waktu itu sangat gembira, apalagi ketika tahu kalau
Tulus menjadi salah satu bintang tamu. Langsung tak booking agar saya yang mewawancarainya! Rasa-rasanya, saya betulan
menjadi jurnalis professional yang berada di back stage menunggu para artis tampil agar setelahnya bisa dimintai
keterangan. Sedikit tercengang, menjadi orang back stage itu ternyata ada enaknya juga meski harus melihat
penampilan para artis yang tampil melalui sisi belakang layar tancap.
Hari pertama Mocosik
saya habiskan dengan menunggu & mewawancarai Frau. Lalu setelahnya, dihari
yang sama, saya membantu seorang pedangang untuk menjaga stand buku salah satu
penerbit Bandung yang membuka dagangannya di Mocosik. Hal yang menjadi
pertanyaan bagi saya hingga saat ini, adalah berapa uang yang saya dapatkan
selama 5 jam menunggu? Belum sempat saya nikmati hasilnya, tidak tahu kenapa
atm saya sudah terkikis menjadi 40 ribu rupiah. Lalu di hari kedua, kesempatan
saya untuk bertemu Tulus berhadiah pula menemani seorang teman mewawacarai
Tompi! Sehingga di hari tersebut, dua kali saya berkesempatan ‘mencicip’
rasanya menjadi wartawan infotaiment. Ha.. ha.. ha.. Di tahun ini, saya sudah
berhenti bekerja paruh waktu. Eh tapi, ndilalah
proyek menulis yang bertajuk ‘Volunteer’ ini ada bayarannya. Jadi, saya
mendapatkan bonus kebahagiaan tersendiri untuk hobi yang dibayar ini.
Waktu berjalan begitu
cepat di tahun ini. Selain karena saya menggunakan kalender yang dibuat
sendiri, hal-hal tidak terduga juga banyak terjadi. Saya masih mendapatkan
banyak penolakan disaat mendaftarkan diri sebagai volunteer. Tetapi, dibalik hal tersebut malah menggiring saya pada kegiatan lain yang sebelumnya tidak bisa
saya realisasikan. Pergi ke Bali, menjadi panitia di Ubud Writers & Readers
Festival. Ditambah, menjadi bagian dari Jogja International Heritage Walk #10.
Pokoknya di tahun ini saya merasa lebih berkembang. Saya patahkan segala rasa
khawatir dan ketakutan yang saya miliki!
***